Adanya
keberanian Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk melaporkan praktek pemerasan
yang disinyalir dilakukan oleh anggota dewan terhadap BUMN merupakan
moment yang tepat untuk membersihkan BUMN kita dari praktek – praktek
yang tidak sehat. Beberapa menteri BUMN terdahulu tidak ada yang berani
untuk mengungkap kasus ini ke publik. Bisa jadi beberapa menteri BUMN
terdahulu, merasa menikmati dengan praktek – praktek tersebut atau juga
ada perasaan takut terhadap tekanan politik apabila kasus tersebut
sampai terkuak ke publik.
Adanya
laporan Dahlan Iskan ke Dewan Kehormatan DPR diibaratkan “petir di
siang bolong” bagi para politisi di senayan. Dalam hal ini Dahlan Iskan
diibaratkan sedang “manabuh genderang Perang” dengan para politisi.
Secara kelembagaan kondisi disinyalir akan memperburuk hubungan antara
kedua lembaga Negara tersebut. Namun, positifnya adanya bahwa kasus ini
merupakan praktek “pembersihan” di kedua lembaga tersebut. Bagi BUMN,
kasus ini justru agar BUMN mampu mengurangi ketergantungan politik
terhadap DPR, dan secara professional kasus ini akan lebih menyehatkan
BUMN dari kebocoran – kebocoran.
Sedangkan bagi DPR, mencuatnya kasus ini
juga akan membersihakan tuduhan – tuduhan negatif yang selama ini
beredar yang memang harus dibuktikan kebenarannya. Untuk jangka panjang,
apabila kasus ini ditangani secara serius bukan tidak mungkin elit
politik, partai politik, dan DPR sendiri menjadi professional dan
mandiri. Dengan demikian demokrasi kita menjadi sangat sehat dan tidak
korup.
Salah satu problematika kita dalam berbangsa dan bernegara tidak lain adalah rendahnya Good Governance dan Clean Government.
Dalam beberapa hasil survey terkait dengan kedua hal tersebut,
Indonesia selalu berada di urutan terbawah atau terburuk. Salah satu
penyebabnya tidak lain adalah begitu tingginya intervensi politik dalam
kegiatan birokrasi sehingga potensi korupsinya sangat tinggi.
Dengan
demikian keberanian Dahlan Iskan membongkar praktek pemerasan di tubuh
BUMN diibaratkan membuka salah satu “sisi gelap” dalam pengelolaan
bisnis pemerintah yang selama ini tidak pernah terungkap secara jelas di
publik.
Terdapat 3 (tiga) aspek yang terkait dengan kasus pelaporan kasus pemerasan oleh Dahlan Iskan antara lain:
Pertama,
Dilihat dari aspek moral dan profesionalisme. Dilihat dari aspek ini,
Dahlan Iskan sebagai penanggungjawab tertinggi di lingkungan kementerian
BUMN ingin menunjukkan sikap yang professional dari BUMN tanpa adanya
“cacat moral” dalam pengelolaannya. Adanya praktek pemerasan oleh oknum
DPR merupakan sebuah “aib” yang akan mengotori reputasi Dahlan Iskan
sebagai menteri yang kita kenal sebagai pemimpin yang bersih.Dari sisi
ini, sangatlah logis apabila Dahlan Iskan sangat menginginkan agar lembaganya menjadi lembaga yang professional.
Kedua.
Dilihat dari aspek politik. Dilihat dari aspek ini, sebagian kalangan
menganggap bahwa mencuat kasus ini sangat bermuatan politis yang sangat
tinggi. Terdapat sebagian kalangan yang menganggap bahwa kasus ini
merupakan bagian dari “pencitraan” baik bagi rezim yang berkuasa saat
ini atau bagi Dahlah Iskan sebagai tokoh yang saat ini “didolakan” oleh
publik. Bahkan sebagian kalangan lainnya bahwa kasus ini merupakan
skenario dari pengalihan isyu guna menutupi beberapa kasus korupsi yang
lebih besar yang saat ini sedang ditangani oleh KPK seperti kasus wisma
atlet dan Hambalang.
Ketiga,
Dilihat dari aspek hukum. Dilihat dari aspek hukum bahwa kejahatan
pemerasan terhadap BUMN merupakan sebuah bentuk kejatahan korupsi tinggi
atau yang kita kenal dengan white color crime (kejahatan kerah putih) yang dilakukan oleh pejabat yang memiliki kekuasaan politik.
Hal
yang menjadi pertanyaan adalah apakah kasus ini sudah saatnya untuk
masuk ke ranah hukum atau tidak?. Pada aspek ini sebenarnya terdapat dua
pihak yang bertanggung jawab untuk membongkarnya, yaitu pihak pelapor –
dalam hal ini Dahlan Iskan dan BUMN – merupakan pihak
yang harus membuktikan secara hukum. Karena kalau sampai kasus ini
tidak dapat dibuktikan maka ini hanya akan menjadi sebuah “fitnah” dan
“penistaan” terhadap lembaga yang bernama DPR. Dengan demikian secara
politis, DPR akan sangat dirugikan karenanya citranya telah jatuh dengan
mencuatnya kasus ini.
Pihak
kedua adalah lembaga hukum apakah itu kejaksaan atau KPK. Karena
mencuatnya kasus ini telah dianggap meresahkan publik dan DPR, maka
penagak hukum dalam hal ini kejaksaan dan KPK untuk secara proaktif
menelusuri lebih jauh dengan memanggil pihak – pihak yang dianggap dapat
mengungkap kasus ini yaitu Dahlan Iskan sendiri dan para direktur di
beberapa BUMN yang selama ini “dipalak” oleh oknum DPR.
*Dr. Agus Sjafari,M.Si Adalah Staf Pengajar FISIP UNTIRTA Serang; Peneliti di The Community Development Institute (CDI)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar