2. Yoga Ade Tama
3. Renaldy P Prakoso
CONTOH MEDIA RELATION
Hubungan Pers
Humas dan hubungan pers (public relations dan press relations),
keduanya biasa disingkat PR) sering dianggap sama. Tentu saja anggapan
ini salah, karena hubungan pers tersebut hanya merupakan salah satu
bagian dari humas. Kegunaan hubungan pers bergantung pada sejauh mana peranan dan keberadaan media massa
itu sendiri serta tingkat penerimaannya oleh masyarakat. Karena itu
hubungan pers lebih populer di negara-negara industri yang sudah maju,
yang sebagian besar penduduknya tinggal di daerah-daerah perkotaan di
mana media massa ada dalam jumlah serta variasi yang berlimpah.
1. Pengertian Hubungan Pers
Hubungan pers (press relations)
adalah upaya-upaya untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang
maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan
pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dan organisasi atau perusahaan
yang bersangkutan.
Dalam
prakteknya, hubungan pers ternyata tidak hanya terkait dengan kalangan
pers (istilah yang populer bagi kalangan media cetak, khususnya
jurnalisme surat
kabar) saja, melainkan juga semua bentuk media lainnya, media cetak,
media bioskop, media elektronik seperti halnya radio dan televisi, dan
sebagainya. Istilah-istilah dari dunia media cetak memang cenderung
lebih populer, sedangkan istilah lain yang secara harfiah lebih tepat
justru tidak diterima secara luas, misalnya saja istilah “hubungan
media” (media relations). Meskipun kurang populer bila dibandingkan dengan istilah “siaran berita” atau “paparan berita” (news release), istilah “siaran pers” (press release) ternyata masih cukup banyak yang menggunakannya, termasuk kalangan praktisi humas profesional.
Tujuan
pokok diadakannya hubungan pers adalah “menciptakan pengetahuan dan
pemahaman”, jadi jelas bukan semata-mata menyebarkan suatu pesan sesuai
dengan keinginan perusahaan induk atau klien demi mendapatkan “suatu
citra atau sosok yang lebih indah daripada aslinya di mata umum”. Tidak
seorang pun yang berhak untuk mendikte apa yang harus diterbitkan, atau
disiarkan oleh media massa,
setidak-tidaknya di suatu masyarakat yang demokratis. Seperti yang
pernah dikemukakan oleh pelopor jasa konsultasi humas di Amerika
Serikat, Ivy Ledbetter Lee, dalam bukunya yang berjudul Declaration of Principles
terbitan tahun 1906, bahwa semua jenis materi pers harus bebas dari
nilai-nilai dan kepentingan sepihak. Kriteria kejujuran dan kenetralan
itu juga harus dipegang teguh oleh kalangan praktisi humas.
Setiap
pesan atau berita yang disampaikan kepada masyarakat melalui pers
haruslah sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Baik atau buruknya
humas diukur berdasarkan kejujuran dan sikap netralnya. Kepentingan
masyarakat, dalam hal ini adalah para pembaca, pendengar, atau pemirsa
harus selalu diutamakan. Kalau hal ini benar-benar diperhatikan maka
sambutan khalayak pembaca, pendengar, dan pemirsa dengan sendirinya akan
positif sehingga perusahaan induk atau klien humas tadi pasti akan
memperoleh suatu publisitas yang baik seperti diinginkannya.
2. Upaya Menciptakan Hubungan Pers yang Baik
Selain memasok berbagai materi yang layak diterbitkan, semua praktisi humas juga perlu memahami bagaimana surat
kabar dan majalah itu dibuat dan diterbitkan, serta bagaimana
memproduksi program-program siaran radio dan televisi. Sebagian
pengetahuan tersebut dapat dipelajari hanya dengan observasi. Untuk itu
diadakan kunjungan-kunjungan ke sejumlah penerbitan, stasiun radio, dan
studio televisi (atau rumah produksi yang memasok program-programnya).
Kadang-kadang kita dapat memahami suatu media hanya dengan menelepon
orang-orang yang terkait dan mengajukan berbagai pertanyaan yang relevan
kepadanya, seperti kapan saat terakhir suatu naskah humas sudah harus
diserahkan ke meja redaksi. Ini merupakan bagian dari tugas seorang
praktisi humas, yakni berusaha untuk mengetahui segala sesuatunya
selengkap mungkin. Kalau tidak mengetahui tenggat atau saat akhir
penyerahan naskah ke sebuah majalah atau surat kabar mungkin ia akan terlambat menyodorkan naskah ke redaksi, atau setelah majalah atau surat kabar itu dicetak. Jika ini terjadi maka jerih payahnya menyusun naskah humas itu pun sia-sia.
Berikut
ini adalah sebuah ringkasan atau rangkuman atas hal-hal terpenting
perihal pers yang harus diketahui oleh seorang praktisi humas.
a. Kebijakan editorial:
Ini merupakan pandangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya
akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan
diterbitkannya. Misalnya saja, ada koran-koran yang senantiasa memuat
ulasan khusus secara singkat mengenai berbagai macam transaksi bisnis
yang terjadi setiap hari.
b. Frekuensi penerbitan:
Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda; bisa
beberapa kali dalam sehari, harian, dua kali seminggu, mingguan,
bulanan, atau bahkan tahunan. Praktisi humas juga perlu mengetahui
berapa edisi yang diterbitkan dalam tiap penerbitan.
c. Tanggal terbit:
Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke
redaksi untuk penerbitan yang akan datang? Tanggal penerbitan dari suatu
media ditentukan oleh frekuensi dan proses pencetakannya. Di Inggris,
koran-koran yang memiliki jaringan percetakan di berbagai tempat di luar
London, jadi tidak hanya di Fleet Street, biasanya dapat terbit lebih cepat daripada koran-koran lainnya.
d. Proses pencetakan: Apakah suatu media dicetak secara biasa (letterpress), dengan
teknik-teknik fotogravur, litografi, ataukah fleksografi? Dewasa ini,
teknik percetakan yang populer di seluruh dunia adalah teknik offset-litho.
e. Daerah sirkulasi:
Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media itu berskala lokal, khusus
di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional, ataukah bahkan sudah
berskala internasional? Teknologi satelit memungkinkan dilakukannya
sirkulasi atau distribusi media secara internasional. Beberapa koran dan
majalah yang sudah memiliki sirkulasi secara internasional adalah International Herald Tribune, Wall Street Journal, USA Today, Financial Times, The Economist, dan sejumlah surat kabar Cina dan Jepang, terutama Asahi Shimbun.
f. Jangkauan pembaca:
Berapa dan siapa saja yang membaca jurnal atau media yang bersangkutan?
Seorang praktisi humas juga dituntut untuk mengetahui kelompok usia,
jenis kelamin, status sosial, minat khusus, kebangsaan, etnik, agama,
hingga ke orientasi politik dari khalayak pembaca suatu media
g. Metode distribusi:
Praktisi humas juga perlu mengetahui metode-metode distribusi dari
suatu media; apakah itu melalui toko-toko buku, dijajakan secara
langsung dari pintu ke pintu, lewat pos atau sistem langganan, atau
secara terkontrol (dikirimkan lewat pos atas permintaan atau seleksi).
Ada
sejumlah prinsip umum yang perlu diperhatikan oleh setiap praktisi
humas dalam menciptakan dan membina hubungan pers yang baik.
Prinsip-prinsip tersebut adalah sebagai berikut.
1. Memahami dan melayani media.
Dengan berbekal semua pengetahuan di atas, seorang praktisi humas akan
mampu menjalin kerja sama dengan pihak media, ia juga akan dapat
menciptakan suatu hubungan timbal-balik yang saling menguntungkan.
2. Membangun reputasi sebagai orang yang dapat dipercaya. Para
praktisi humas harus senantiasa siap menyediakan atau memasok
materi-materi yang akurat di mana saja dan kapan saja hal itu
dibutuhkan. Hanya dengan cara inilah ia akan dinilai sebagai suatu
sumber informasi yang akurat dan dapat dipercaya oleh para jurnalis.
Bertolak dari kenyataan itu maka komunikasi timbal-balik yang saling
menguntungkan akan lebih mudah diciptakan dan dipelihara.
3. Menyediakan salinan yang baik.
Misalnya saja menyediakan reproduksi foto-foto yang baik, menarik, dan
jelas. Dengan adanya teknologi input langsung melalui komputer
(teknologi ini sangat memudahkan koreksi dan penyusunan ulang dari suatu
terbitan, seperti siaran berita atau news release), penyediaan salinan naskah dan foto-foto yang baik secara cepat menjadi semakin penting.
4. Bekerja sama dalam penyediaan materi.
Sebagai contoh, petugas humas dan jurnalis dapat bekerja sama dalam
mempersiapkan sebuah acara wawancara atau temu pers dengan tokoh-tokoh
tertentu.
5. Menyediakan fasilitas verifikasi. Para
praktisi humas juga perlu memberi kesempatan kepada para jumalis untuk
melakukan verifikasi (membuktikan kebenaran) atas setiap materi yang
mereka terima. Contoh konkretnya, para jurnalis itu diizinkan untuk
langsung menengok fasilitas atau kondisi-kondisi organisasi yang hendak
diberitakan.
6. Membangun hubungan personal yang kokoh.
Suatu hubungan personal yang kukuh dan positif hanya akan tercipta
serta terpelihara apabila dilandasi oleh keterbukaan, kejujuran, kerja
sama, dan sikap saling menghormati profesi masing-masing.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar