Senin, 26 November 2012

Adanya keberanian Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk melaporkan praktek pemerasan yang disinyalir dilakukan oleh anggota dewan terhadap BUMN merupakan moment yang tepat untuk membersihkan BUMN kita dari praktek – praktek yang tidak sehat. Beberapa menteri BUMN terdahulu tidak ada yang berani untuk mengungkap kasus ini ke publik. Bisa jadi beberapa menteri BUMN terdahulu, merasa menikmati dengan praktek – praktek tersebut atau juga ada perasaan takut terhadap tekanan politik apabila kasus tersebut sampai terkuak ke publik.
Adanya laporan Dahlan Iskan ke Dewan Kehormatan DPR diibaratkan “petir di siang bolong” bagi para politisi di senayan. Dalam hal ini Dahlan Iskan diibaratkan sedang “manabuh genderang Perang” dengan para politisi. Secara kelembagaan kondisi disinyalir akan memperburuk hubungan antara kedua lembaga Negara tersebut. Namun, positifnya adanya bahwa kasus ini merupakan praktek “pembersihan” di kedua lembaga tersebut. Bagi BUMN, kasus ini justru agar BUMN mampu mengurangi ketergantungan politik terhadap DPR, dan secara professional kasus ini akan lebih menyehatkan BUMN dari kebocoran – kebocoran.
Sedangkan bagi DPR, mencuatnya kasus  ini juga akan membersihakan tuduhan – tuduhan negatif yang selama ini beredar yang memang harus dibuktikan kebenarannya. Untuk jangka panjang, apabila kasus ini ditangani secara serius bukan tidak mungkin elit politik, partai politik, dan DPR sendiri menjadi professional dan mandiri. Dengan demikian demokrasi kita menjadi sangat sehat dan tidak korup.
 Salah satu problematika kita dalam berbangsa dan bernegara tidak lain adalah rendahnya Good Governance dan Clean Government. Dalam beberapa hasil survey terkait dengan kedua hal tersebut, Indonesia selalu berada di urutan terbawah atau terburuk. Salah satu penyebabnya tidak lain adalah begitu tingginya intervensi politik dalam kegiatan birokrasi sehingga potensi korupsinya sangat tinggi.
Dengan demikian keberanian Dahlan Iskan membongkar praktek pemerasan di tubuh BUMN diibaratkan membuka salah satu “sisi gelap” dalam pengelolaan bisnis pemerintah yang selama ini tidak pernah terungkap secara jelas di publik.
Terdapat 3 (tiga) aspek yang terkait dengan kasus pelaporan kasus pemerasan oleh Dahlan Iskan antara lain:
Pertama, Dilihat dari aspek moral dan profesionalisme. Dilihat dari aspek ini, Dahlan Iskan sebagai penanggungjawab tertinggi di lingkungan kementerian BUMN ingin menunjukkan sikap yang professional dari BUMN tanpa adanya “cacat moral” dalam pengelolaannya. Adanya praktek pemerasan oleh oknum DPR merupakan sebuah “aib” yang akan mengotori reputasi Dahlan Iskan sebagai menteri yang kita kenal sebagai pemimpin yang bersih.Dari sisi ini, sangatlah logis apabila Dahlan Iskan sangat menginginkan  agar lembaganya menjadi lembaga yang professional.
Kedua. Dilihat dari aspek politik. Dilihat dari aspek ini, sebagian kalangan menganggap bahwa mencuat kasus ini sangat bermuatan politis yang sangat tinggi. Terdapat sebagian kalangan yang menganggap bahwa kasus ini merupakan bagian dari “pencitraan” baik bagi rezim yang berkuasa saat ini atau bagi Dahlah Iskan sebagai tokoh yang saat ini “didolakan” oleh publik. Bahkan sebagian kalangan lainnya bahwa kasus ini merupakan skenario dari pengalihan isyu guna menutupi beberapa kasus korupsi yang lebih besar yang saat ini sedang ditangani oleh KPK seperti kasus wisma atlet dan Hambalang.
Ketiga, Dilihat dari aspek hukum. Dilihat dari aspek hukum bahwa kejahatan pemerasan terhadap BUMN merupakan sebuah bentuk kejatahan korupsi tinggi atau yang kita kenal dengan white color crime (kejahatan kerah putih) yang dilakukan oleh pejabat yang memiliki kekuasaan politik.
Hal yang menjadi pertanyaan adalah apakah kasus ini sudah saatnya untuk masuk ke ranah hukum atau tidak?. Pada aspek ini sebenarnya terdapat dua pihak yang bertanggung jawab untuk membongkarnya, yaitu pihak pelapor – dalam hal ini Dahlan Iskan dan BUMN – merupakan  pihak yang harus membuktikan secara hukum. Karena kalau sampai kasus ini tidak dapat dibuktikan maka ini hanya akan menjadi sebuah “fitnah” dan “penistaan” terhadap lembaga yang bernama DPR. Dengan demikian secara politis, DPR akan sangat dirugikan karenanya citranya telah jatuh dengan mencuatnya kasus ini.
Pihak kedua adalah lembaga hukum apakah itu kejaksaan atau KPK. Karena mencuatnya kasus ini telah dianggap meresahkan publik dan DPR, maka penagak hukum dalam hal ini kejaksaan dan KPK untuk secara proaktif menelusuri lebih jauh dengan memanggil pihak – pihak yang dianggap dapat mengungkap kasus ini yaitu Dahlan Iskan sendiri dan para direktur di beberapa BUMN yang selama ini “dipalak” oleh oknum DPR.
*Dr. Agus Sjafari,M.Si Adalah Staf Pengajar  FISIP UNTIRTA Serang; Peneliti di The Community Development Institute (CDI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar